BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Wilayah
Indonesia terbentang dari sabang sampai Merauke, hal tersebut berdampak pada
sosial, budaya, Agama, ekonomi serta politik di Indonesia. Perbedaan sosial,
budaya, Agama, ekonomi dan politik di Indonesia mempengaruhi keyakinan serta
perilaku setiap manusia di Indonesia. Keragaman tersebut tentunya berpengaruh
besar pada Pendidikan di Indonesia, oleh sebab itu pentingnya bagi seorang
pendidik dalam memahami keragaman yang ada khususnya keragaman peserta didik.
Tujuan Pendidikan Nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Manusia yang bertakwa
dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dan mempunyai budi pekerti yang luhur,
mandiri, berkarakter, sehat jasmani dan rohani, keterampilan dan pengetahuan,
dan terakhir mempunyai rasa tanggung jawab untuk berbangsa dan bermasyarakat.
Sebagaimana yag tertuang dalam Undang-undang sisdiknas no. 20 tahun 2003.
Upaya dalam mencapai tujuan Pendidikan Nasional,
maka pemerintah menggaungkan perubahan sistem Pendidikan melalui kurikulum
merdeka. Kurikulum
Merdeka adalah kurikulum dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam di
mana konten akan lebih optimal agar peserta didik memiliki cukup waktu untuk
mendalami konsep dan menguatkan kompetensi. Guru memiliki keleluasaan untuk
memilih berbagai perangkat ajar sehingga materi disesuaikan dengan kebutuhan
belajar dan minat peserta didik. Target dalam kurikulum merdeka ini sebagaimana
yang di rumuskan dalam profil pelajar Pancasila yang berisi 6 dimensi,
diantaranya bertakwa kepada Tuhan YME, Berkebhinekaan global, bernalar kritis, kreatif,
gotong royong, dan mandiri.
Usaha yang di lakukan dalam pemenuhan target tersebut tentunya membutuhkan strategi dalam pelaksanaanya. Strategi yang di gunakan tentunya memperhatikan keragaman dari peserta didik, baik kebutuhan peserta didik, kreativitas peserta didik, maupun gaya belajar peserta didik. Oleh karena itu, pada paper ini akan di jelaskan secara rinci mengenai Keragaman dari peserta didik, kurikulum merdeka dan juga strategi diferensiasi.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
pengertian dari keragaman peserta didik?
2. Bagaimana
target dari kurikulum merdeka?
3. Bagaimana
strategi layanan diferensiasi dalam upaya pemenuhan target kurikulum merdeka?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui
pengertian dari keragaman peserta didik
2. Mengetahui
target dari kurikulum merdeka
3. Mengetahui
strategi layanan diferensiasi dalam upaya pemenuhan target kurikulum merdeka
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Keragaman Peserta Didik
2.1.1 Pengertian
Keragaman
berasal dari kata “ragam” menurut kamus besar Bahasa Indonesia artinya
macam-macam, banyak warna, dan berbeda-beda. Maksudnya adalah ragam ini berarti
sesuatu yang memiliki jenis, warna, atau corak yang berbeda-beda dan hidup
bersama di suatu kehidupan nyata.
Apabila mengikuti
konteks masyarakat, maka keberagaman ini menunjuk pada suatu kondisi dalam
kehidupan bermasyarakat dimana setiap individunya memiliki perbedaan di
berbagai bidang, mulai dari gender, suku bangsa, ras, agama, ideologi, budaya,
bahasa, hingga pemikiran. Hal itu juga yang kerap disebut sebagai
masyarakat majemuk. Suatu keberagaman yang “hidup” pada kehidupan bermasyarakat
ini harus diimbangi dengan adanya kesederajatan. Hal tersebut karena
kesederajatan ini memiliki arti sebagai suatu kondisi terutama di dalam
kehidupan keberagaman ini, setiap manusia tetap memiliki suatu kedudukan yang
sama pada satu tingkatan hierarki sosial.
Keragaman peserta didik artinya perbedaan peserta didik satu dengan peserta didik lainnya. Dimana setiap peserta didik memiliki potensi diri masing-masing, kelebihan, pemikiran, gaya belajar dan perilaku yang juga berbeda. Misalnya, Di dalam suatu kelas, terdapat anak dengan latar belakang agama berbeda-beda yakni ada yang beragama Kristen Protestan, Katolik, Islam, Budha, Hindu, hingga Konghucu. Begitu juga dengan gaya belajar, dimana masing-masing peserta didik memiliki gaya belajar yang berbeda, ada yang gaya belajarnya visual, auditori ataupun kinestetik. Berkaitandengan hal tersebut, maka pentingnya pemahaman akan keragaman peserta didik agar seorang pendidik dapat memberikan layanan sesuai dengan porsi peserta didik.
2.1.2 Faktor yang Mempengaruhi Keragaman Peserta Didik
Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi keragaman peserta didik, diantaranya:
a.
Letak Geografis
Letak
geografis ini berkaitan dengan kondisi negara kepulauan, yang berjumlah sekitar
17.000 dan setiap pulaunya memiliki suku bangsa berbeda-beda. Hal tersebut juga
menjadikan Indonesia memiliki letak yang strategis, sehingga tak jarang pula
dijadikan WNA (Warga Negara Asing) untuk memohon naturalisasi sebagai WNI
(Warga Negara Indonesia).
b. Perbedaan Kondisi Alam
Melihat
keberagaman letak geografis di Indonesia, pasti akan beragam pula kondisi
alamnya. Perbedaan kondisi alam ini berkaitan dengan perbedaan musim antar
daerah dan perbedaan kondisi alam yang berupa pantai serta pegunungan. Dari hal
tersebut maka kebutuhan masyarakat, mata pencaharian, dan hasil sumber daya
alam juga akan turut beragam.
Perbedaan
kondisi alam ini juga mempengaruhi keberagaman penggunaan transportasi dan
sistem komunikasi di dalam kehidupan bermasyarakatnya. Misalnya, untuk
masyarakat yang tinggal dengan kondisi alam pantai, umumnya mereka akan
menggunakan transportasi laut.
c. Pengaruh Kebudayaan Asing
Kebudayaan
asing yang mempengaruhi bangsa Indonesia terutama pada era digital seperti saat
ini juga turut menjadi faktor penyebab dari keberagaman masyarakatnya.
Biasanya, kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia ini memiliki ciri khas yang
berbeda, sehingga masyarakat harus pandai untuk memilahnya. Tak jarang pula
akan terjadi proses akulturasi atau percampuran antara unsur budaya asing
dengan budaya Indonesia. Contohnya seni sastra yang banyak terinspirasi oleh
sastra Ramayana dan Mahabarata yang berasal dari Indonesia (kebudayaan Hindu).
d. Agama
Terdapat 5
agama yang di akui oleh Negara Indonesia diantaranya agama Islam, Kristen,
Budha, Hindu, dan Konghucu. Karena bangsa Indonesia memiliki 5 agama tersebut
maka di dalam dasar negara Indonesia yakni Pancasila, tercantum dalam sila
pertama berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Dengan memegang teguh sila pertama
ini, di harapkan setiap individu yang berbeda agama dapat hidup bertampingan
dan saling menghargai perbedaan agama tersebut.
e. Lingkungan Sosial
Di karenakan
letak geografis yang berbeda tentunya lingkungan sosial di daerah satu berbeda
dengan daerah lainnya, termasuk dalam hal Bahasa. Salah satu contoh, masyarakat
Surabaya dan masyarakat madura. Secara geografis wilayah mereka di sekat oleh
selat madura, Bahasa yang di gunakan berbeda, begitupun dengan perilaku sosial
mereka juga jauh berbeda antara masayarakat Surabaya dan masyarakat madura. Ruang
lingkup yang lebih kecil di dalam lingkungan sosial juga terdapat interaksi
sosial antara anak-anak dengan orang dewasa, hal ini juga mempengaruhi perilaku
sosial setiap individu. Orang dewasa Ketika berinteraksi dengan anak-anak ia
akan bercakap dan berperilaku layaknya anak-anak, agar si anak bisa mengerti
apa yang di maksud.
f. Ekonomi
Keragaman
ekonomi keluarga berpengaruh pada proses belajar peserta didik. Dalam proses
belajar peserta didik juga membutuhkan biaya misalkan uang saku, biaya
transportasi, biaya untuk membeli buku dan sebagainya. Hal tersebut tentunya
mempengaruhi perilaku peserta didik dalam belajar, misalnya peserta didik yang
orang tuanya mampu memberikan setiap kebutuhannya akan merasa tenang dan nyaman
dalam belajar. Dan sebaliknya, ada yang merasa tidak tenang Ketika belajar
karena tidak mendapatkan uang saku atau masih memiliki tanggungan sekolah.
g. Budaya dan Adat Istiadat
Setiap daerah
memiliki budaya masing-masing dan tentunya memegang teguh aturan adat istiadat.
Hal tersebut juga berpengaruh pada proses Pendidikan, misalnya dengan
memanfaatkan budaya yang ada sebagai bahan pembelajaran dan pengajaran. Aturan
atau tata tertib sekolah yang di sesuaikan dengan adat istiadat di lingkungan masyarakat
lokasi sekolah. Dan keberadaan budaya tersebut juga mempengaruhi perilaku
peserta didik, dimana ada peserta didik yang mengikuti aturan yang ada, dan
juga ada peserta didik yang tidak mengikuti aturan tersebut sehingga di nilai
menyimpang. Contoh, cara berpakaian yang baik sesuai dengan adat istiadat atau
juga sesuai dengan aturan disiplin sekolah.
2.2. Kurikulum Merdeka
2.2.1 Pengertian
Sebelum mencari tahu mengenai kurikulum
merdeka pentingnya mengetahui terlebih dahulu latar belakang di bentuknya
kurikulum merdeka. Dimana latar belakang adanya kurikulum merdeka yakni hasil Programme for
International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa 70% siswa berusia 15
tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana atau
menerapkan konsep matematika dasar. Skor PISA ini tidak mengalami peningkatan yang
signifikan dalam sepuluh hingga lima belas tahun terakhir. Studi tersebut
memperlihatkan adanya kesenjangan besar antarwilayah dan antarkelompok
sosial-ekonomi dalam hal kualitas belajar. Hal ini diperparah dengan adanya
pandemi COVID-19.
Sebagai bagian dari upaya
pemulihan pembelajaran, Kurikulum Merdeka (yang
sebelumnya disebut sebagai kurikulum prototipe) dikembangkan sebagai kerangka
kurikulum yang lebih fleksibel, sekaligus berfokus pada materi esensial dan
pengembangan karakter dan kompetensi peserta didik. Karakteristik utama dari kurikulum
ini yang mendukung pemulihan pembelajaran adalah:
· Pembelajaran berbasis projek
untuk pengembangan soft skills dan karakter sesuai profil pelajar Pancasila
· Fokus pada materi esensial
sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar
seperti literasi dan numerasi.
· Fleksibilitas bagi guru untuk
melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta
didik dan melakukan penyesuaian dengan konteks dan muatan lokal.
Projek penguatan profil pelajar Pancasila memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mengeksplorasi ilmu pengetahuan,
mengembangkan keterampilan, serta menguatkan pengembangan enam dimensi profil pelajar Pancasila. Melalui projek ini, peserta didik
memiliki kesempatan untuk mempelajari secara mendalam tema-tema atau isu
penting seperti gaya hidup berkelanjutan, toleransi, kesehatan mental, budaya,
wirausaha, teknologi, dan kehidupan berdemokrasi. Projek ini melatih peserta
didik untuk melakukan aksi nyata sebagai respon terhadap isu-isu tersebut
sesuai dengan perkembangan dan tahapan belajar mereka. Projek penguatan ini
juga diharapkan dapat menginspirasi peserta didik untuk memberikan kontribusi
dan dampak bagi masyarakat dan lingkungan sekitarnya.
2.2.2
Capaian Kurikulum Merdeka
Capaian
dari kurikulum merdeka sesuai dengan tujuan Pendidikan Indonesia yakni mencerdaskan
kehidupan bangsa sebagaimana yang tertuang dalamPembukaan undang-undang dasar
1945 alenia 4. Dan untuk mewujudkannya menggunakan pancasilan sebagai fondasi
sehingga di rumuskanlah profil pelajar Pancasila sebagai capaian peserta didik
pada kurikulum merdeka.
Profil
Pelajar Pancasila merupakan bentuk penerjemahan tujuan pendidikan nasional.
Profil Pelajar Pancasila berperan sebagai referensi utama yang mengarahkan
kebijakan-kebijakan pendidikan termasuk menjadi acuan untuk para pendidik dalam
membangun karakter serta kompetensi peserta didik. Pelajar Pancasila merupakan perwujudan pelajar
Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang
kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Secara lebih mendetail, karakter Pelajar Pancasila dijabarkan dalam Profil
Pelajar Pancasila yang terdiri dari 6 dimensi berikut:
1. Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan
berakhlak mulia
: akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia,
akhlak kepada alam, akhlak bernegara.
2. Berkebinekaan global: mengenal dan menghargai budaya,
komunikasi dan interaksi antarbudaya, refleksi dan tanggung jawab terhadap
pengalaman kebinekaan, berkeadilan sosial.
3. Bergotong royong: kolaborasi, kepedulian,
berbagi.
4. Mandiri: pemahaman diri dan situasi yang dihadapi, regulasi
diri.
5. Bernalar kritis: memperoleh dan memproses informasi dan
gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi dan mengevaluasi
pemikirannya sendiri.
6. Kreatif: menghasilkan gagasan yang orisinal, menghasilkan
karya dan tindakan yang orisinal, memiliki keluwesan berpikir dalam mencari
alternatif solusi permasalahan.
Keenam
dimensi profil pelajar Pancasila perlu dilihat secara utuh sebagai satu
kesatuan agar setiap individu dapat menjadi pelajar sepanjang hayat yang
kompeten, berkarakter, dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila. Pendidik
perlu mengembangkan keenam dimensi tersebut secara menyeluruh sejak pendidikan
anak usia dini. Profil Pelajar Pancasila dibentuk sebagai usaha pengembangan
SDM unggul yang bersifat holistik, dan
tidak berfokus pada kemampuan kognitif saja. Karena itu, Profil Pelajar
Pancasila juga merupakan suatu capaian dari
proses pembelajaran lintas disiplin.
2.3
Strategi Layanan Diferensiasi dalam Mencapai Target Kurikulum Merdeka
2.3.1
Project Based Learning
Project based learning merupakan
pembelajaran dimana peserta didik sebagai pusat kegiatan untuk menghasilkan suatu
produk di akhir pembelajaran. Project based learning adalah model
pembelajaran berupa tugas nyata seperti kerja proyek, berkelompok, dan mendalam
untuk mendapatkan pengalaman belajar yang bermakna.
Adapun pengertian project based learning menurut
para ahli adalah sebagai berikut:
1.
Menurut
Goodman dan Stivers, yaitu pendekatan pengajaran yang dibangun di atas kegiatan
pembelajaran dan tugas nyata yang memberikan tantangan bagi peserta didik yang
terkait dengan kehidupan sehari-hari untuk dipecahkan secara berkelompok.
2.
Menurut Made
Wena, yaitu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada pendidik untuk
mengelola pembelajaran di kelas dengan melibatkan kerja proyek.
3.
Menurut Grant,
yaitu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik untuk melakukan suatu
investigasi yang mendalam terhadap suatu topik.
4.
Menurut
Afriana, yaitu model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik dan
memberikan pengalaman belajar bermakna bagi peserta didik.
5.
Menurut
Fathurrohman, yaitu model pembelajaran yang menggunakan proyek atau kegiatan
sebagai sarana pembelajaran untuk mencapai kompetensi sikap, pengetahuan, dan
keterampilan.
Tujuan project
based learning adalah sebagai berikut:
1. Melatih sikap proaktif peserta didik dalam
memecahkan suatu masalah.
2. Mengasah kemampuan peserta didik dalam menguraikan
suatu permasalahan di kelas.
3. Meningkatkan keaktifan peserta didik di kelas dalam
menyelesaikan permasalahan yang kompleks sampai diperoleh hasil nyata.
4. Mengasah keterampilan peserta didik dalam
memanfaatkan alat dan bahan di kelas guna menunjang aktivitas belajarnya.
5. Melatih sifat kolaboratif peserta didik.
Sintak pembelajaran project based learning
Sintak pembelajaran merupakan tahapan atau
fase yang harus dikerjakan pada pembelajaran. Dengan adanya sintak, alur
kegiatan pembelajaran menjadi jelas dan terstruktur. Adapun sintak model
pembelajaran project based learning adalah sebagai berikut:
1. Menentukan pertanyaan mendasar : Sebelum masuk ke materi, guru harus memberikan
pertanyaan mendasar terkait materi yang akan dipelajari. Pertanyaan tersebut
bisa dikemas dalam studi kasus di dunia nyata dilanjutkan dengan penelusuran
lebih mendalam.
2.
Menyusun
desain perencanaan proyek: Penyusunan desain proyek bersifat kolaboratif.
Artinya, kerja sama antara guru dan peserta didik. Pada desain ini memuat
sejumlah poin, misalnya aturan main, aktivitas, dan presentasi.
3. Membuat jadwal
aktivitas: Setelah guru dan peserta didik menyusun desain perencanaan proyek
dilanjutkan dengan membuat jadwal aktivitas. Adapun contoh jadwal aktivitasnya
adalah sebagai berikut.
§ Menentukan timeline pengerjaan
§ Menentukan deadline pengerjaan
§ Menentukan perencanaan baru untuk menyelesaikan
proyek
§ Memberikan bimbingan bagi peserta didik yang
menggunakan cara di luar proyek.
4. Melakukan monitor pada
perkembangan kinerja peserta didik: Selama peserta didik mengerjakan proyek
yang ditugaskan, guru harus aktif memonitor kegiatan mereka. Hal itu bertujuan
untuk menjaga agar suasana belajar tetap kondusif. Kegiatan monitor bisa dilakukan
menggunakan alat perekam atau rubrik.
5. Menguji hasil kinerja
peserta didik: Tingkat pencapaian peserta didik dalam menyelesaikan proyek yang
ditugasnya akan diuji dan dinilai oleh guru. Penilaian ini diharapkan bisa
memberikan umpan balik bagi pemahaman peserta didik. Hasil kinerja juga bisa
digunakan oleh guru untuk menyusun strategi pada pembelajaran selanjutnya.
6. Mengevaluasi pengalaman:
Evaluasi pengalaman berupa refleksi dari kegiatan yang sudah dijalankan. Pada
tahap ini guru bisa melakukan diskusi ringan dengan peserta didik terkait
pengalaman selama mengerjakan proyek.
Dalam layanan bimbingan
dan konseling project
based learning dapat
di laksanakan Ketika memberikan layanan bimbingan klasikal atau bimbingan
kelompok. Misalkan peserta didik membuat project berkaitan dengan pemahaman
dari materi yang telah di sampaikan seperti bahaya narkoba, bahaya merokok, dan
sebagainya dalam bentuk media informasi seperti video, infografis, poster atau
yang lainnya sesuai dengan minat dan kreatifitas peserta didik. Dimana project
tersebuta di buat sebagai bukti respon peserta didik atas materi yang telah di
sampaikan sekaligus upaya preventif bagi peserta didik lainnya.
Dari strategi
tersebut, maka hasil akhir yang di harapkan yakni tercapainya target kurikulum.
Dengan peserta didik menghasilkan sebuah karya maka peserta didik menunjukkan
kreatifitasnya. Pekerjaan tersebut di buat secara berkelompok menunjukkan rikap
gotong royong, dengan saling toleransi perbedaan yang ada di dalam satu
kelompok menunjukkan bahwa peserta didik berkebhinekaan global. Disamping itu
peserta didik juga belajar mandiri dan bernalar kritis untuk mencapai tujuan
yang sama dalam satu kelompok.
2.3.2
Small Group Discussion
Small group discussion adalah proses
pembelajaran dengan melakukan diskusi kelompok kecil tujuannya agar peserta
didik memiliki ketrampilan memecahkan masalah terkait materi pokok dan
persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Small group discussion juga berarti proses penglihatan dua atau lebih individu yang
berinteraksi secara global dan saling berhadapan muka mengenai tujuan atau
sasaran yang sudah tertentu melalui tukar menukar informasi, mempertahankan
pendapat atau pemecahan masalah. Small group discussion sebagaimana
pembelajaran kelompok lainnya memiliki unsur-unsur yang saling terkait, yakni:
1) Saling ketergantungan positif (positive
interdependence).
Cooperative learning menghendaki adanya
ketergantungan positif saling membantu dan saling memberikan motivasi sehingga
ada interaksi diantara siswa.
2) Akuntabilitas individual (individual accountability)
Small group discussion menuntut adanya akuntabilitas
individual yang mengukur penguasaan bahan belajar tiap anggota kelompok, dan
diberi balikan tentang prestasi belajar anggotaanggotanya sehingga mereka
saling mengetahui rekan yang memerlukan bantuan. Berbeda dengan kelompok
tradisional, akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas
sering dikerjakan oleh sebagian anggota. Dalam small group discussion,
siswa harus bertanggungjawab terhadap tugas yang diemban masing-masing anggota.
3) Tatap muka ( face to face interaction )
Small group discussion menuntut semua
anggota dalam kelompok belajar dapat saling tatap muka sehingga mereka dapat
berdialog tidak hanya dengan guru tapi juga bersama dengan teman. Interaksi
semacam itu memungkinkan anak-anak menjadi sumber belajar bagi sesamanya. Hal
ini diperlukan karena siswa sering merasa lebih mudah belajar dari sesamanya
dari pada dari guru.
4) Ketrampilan Sosial (Social Skill)
Unsur ini menghendaki siswa untuk dibekali berbagai ketrampilan sosial
seperti tenggang rasa, sikap sopan kepada teman, mengkritik ide, berani
mempertahankan pikiran logis, tidak mendominasi yang lain, mandiri, dan
berbagai sifat lain yang bermanfaat dalam menjalin hubungan antar pribadi tidak
hanya diasumsikan tetapi secara sengaja diajarkan.
5) Proses Kelompok (Group Processing)
Proses ini terjadi ketika tiap anggota kelompok mengevaluasi sejauh mana
mereka berinteraksi secara efektif untuk mencapai tujuan bersama. Kelompok
perlu membahas perilaku anggota yang kooperatif dan tidak kooperatif serta
membuat keputusan perilaku mana yang harus diubah atau di pertahankan.
Tujuan Metode Small Group
Sebagai metode belajar, belajar kelompok diskusi
atau small group discussion mengandung tujuan yang ingin
dikembangkan. Tujuan diskusi atau small group discussion antara
lain :
1) Agar siswa berbincang-bincang untuk memecahkan
masalahmasalah sendiri.
2) Agar siswa berbincang-bincang mengenai
masalah-masalah apa saja yang berhubungan dengan kehidupan mereka sehari-hari,
dengan kehidupan mereka di sekolah, dengan sesuatu yang terjadi di lingkungan
sekitar mereka dan sebagainya.
3) Agar siswa berbincang-bincang mengenai pelajaran
di kelas dengan maksud saling mengoreksi pemahaman yang mereka atas pelajaran
yang diterimanya, agar masing-masing anggota memperoleh pemahaman yang lebih
baik.
Sedangkan menurut Ismail SM Tujuan penerapan
strategi ini adalah agar peserta didik memiliki ketrampilan memecahkan masalah
terkait materi pokok dan persoalan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Metode small group discussion Diskusi
mungkin tidak efektif untuk menyajikan informasi baru dimana peserta didik
sudah dengan sendirinya termotivasi. Tetapi diskusi tampaknya sangat cocok
ketika guru ingin melakukan hal-hal dibawah ini:
1) Membantu peserta didik belajar berfikir dari
sudut pandang suatu subjek bahasan dengan memberi mereka praktek berpikir.
2) Membantu peserta didik mengevaluasi logika serta
bukti-bukti bagi posisi dirinya atau posisi yang lain
3) memberi kesempatan pada peserta didik untuk
memformulasikan penerapan suatu prinsip.
4) membantu peserta didik menyadari akan suatu
problem dan menformulasikannya dengan menggunakan informasi yang diperoleh dari
bacaan atau ceramah.
5) menggunakan bahan-bahan dari anggota lain dalam
kelompoknya
6) memperoleh penerimaan bagi informasi atau teori
yang mengkomunteri cerita rakyat atau kepercayaan peserta didik terdahulu
7) mengembangkan motivasi untuk belajar yang lebih
jauh
8) memperoleh feedback yang cepat
tentang seberapa jauh suatu tujuan tercapai.
Sistem pembelajaran yang baik seharusnya dapat
membantu siswa mengembangkan diri secara optimal serta mampu mencapai
tujuan-tujuan belajarnya. Meskipun proses belajar-mengajar tidak dapat
sepenuhnya berpusat pada siswa (pupil centered instruction) seperti pada
sistem pendidikan terbuka, tetapi perlu diingat bahwa pada hakekatnya siswalah
yang harus belajar.
Dengan demikian, proses belajar mengajar perlu
berorientasi pada kebutuhan dan kemampuan siswa, misalnya dengan pendekatan “inquiry-discovery
learning”. Kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan di sini harus dapat
memberikan pengalaman belajar yang menyenangkan dan berguna baginya. Guru perlu
memberikan bermacam-macam situasi belajar yang memadai untuk materi yang
disajikan, dan menyesuaikannya dengan kemampuan dan karakteristik serta gaya
belajar siswa. Sebagai konsekuensi logisnya, guru dituntut harus kaya metodologi
mengajar
sekaligus terampil menerapkannya, tidak monoton dan
variatif dalam melaksanakan pembelajaran.
Peran Guru Dalam Metode Small Group
Sesuai dengan pengertian mengajar yaitu menciptakan
suasana yang mengembangkan inisiatif dan tanggungjawab belajar peserta didik.
Maka sikap guru hendaknya:
1) Buka mau mendengarkan pendapat peserta didik.
2) Membiasakan peserta didik untuk mendengarkan
bila guru atau peserta didik lain berbicara.
3) Menghargai perbedaan pendapat.
4) “Mentolelir” salah dan mendorong untuk
memperbaiki.
5) Menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik.
6) Memberi umpan balik terhadap hasil kerja guru.
7) Tidak terlalu cepat membantu peserta didik.
8) Tidak kikir untuk memuji atau menghargai.
9) Tidak mentertawakan pendapat atau hasil karya
peserta didik sekalipun kurang berkualitas.
10) Mendorong peserta didik untuk tidak takut salah
dan berani menanggung resiko.
Dalam pengajaran yang dimiliki dalam metode small
group discussion, maka posisi dan peran guru harus menempatkan diri
sebagai:
1) Pemimpin belajar, artinya merencanakan,
mengorganisasi, melaksanakan dan mengontrol kegiatan belajar peserta didik
2) Fasilitator belajar artinya memberikan
kemudahan-kemudahan peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya misal,
menyediakan sumber dan alat belajar, menyediakan waktu belajar yang cukup,
memberi bantuan, menunjukkan jalan keluar pemecahan masalah, menengahi
perdebatan pendapat dan sebagainya.
3) Moderator belajar artinya sebagai pengatur arus
belajar peserta didik, guru menampung persoalan yang diajukan oleh peserta
didik dan mengembalikan lagi persoalan tersebut kepada di lain, untuk dijawab
dan dipecahkan. Jawaban tersebut dikembalikan kepada penannya atau kepada kelas
untuk dinilai benar salahnya.
4) Motivator belajar sebagai pendorong agar peserta
didik mau melakukan kegiatan belajar
5) Evaluator artinya sebagai penilai yang obyektif
dan komprehensif, guru berkewajiban memantau, mengawasi, proses belajar peserta
didik dan hasil belajar yang dicapainya.
Strategi ini dapat di lakukan dalam layanan
bimbingan klasikal atau bimbingan kelompok, dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Langkah-langkah
penerapan metode small group discussion diantaranya :
1) Bagi kelas menjadi beberapa kelompok kecil
(maksimal 5 murid), bisa sesuai dengan kesamaan yang ada di antara peserta
didik.
2) Guru memberikan instruksi agar peserta didik
menuliskan apa yang sedang mereka pikirkan, mereka eluhkan, atau yang menjadi
permasalahan mereka saat itu.
3) Instruksikan setiap kelompok untuk mendiskusikan
tulisan dari masing-masing anggota, baik pemecahan masalahnya, bagaimana harus
menyikapi situasi dan kondisi yang ada, dan sebagainya.
4) Pastikan setiap anggota berpartisipasi aktif
dalam diskusi
5) Instruksikan setiap kelompok melalui juru bicara
yang ditunjuk menyajikan hasil diskusinya dalam forum kelas, tanpa menyebutkan
nama anggota yang memiliki masalah tersebut.
6) Klarifikasi, penyimpulan dan tindak lanjut
(Guru)
Pada strategi kali ini dapat melatih
peserta didik untuk mencapai tujuan dari kurikulum sesuai profil pelajar
Pancasila. Dimana dengan mencoba untuk menemukan problem solving dari masalah
teman satu kelompok maka peserta didik di latih untuk bernalar kritis,
sekaligus mencoba untuk menyelesaikan permasalahnnya sendiri yakni berlatih
untuk mandiri. Berusaha untuk memahami permasalahan satu sama lain dan
mentolerir adanya perbedaan menunjukkan sikap berkebhinnekaan global. Penyelesaian
instruksi dari guru secara Bersama-sama melatih peserta didik dalam berperilaku
gotong royong.
2.3.3
Layanan Konseling Individu
Jika
kedua strategi di atas merupakan strategi yang dapat di terapkan dalam layanan
bimbingan klasikal maupun kelompok sebagai upaya preventif, maka ada pula
strategi yang bisa di terapkan dalam layanan konseling sebagai upaya kuratif
atau pengentasan.
Seorang
pembimbing atau konselor ketika menghadapi masalah-masalah seperti ini dapat
melakukan layanan bimbingan dan konseling secara individual atau secara khusus
dengan siswa yang bersangkutan. Masalah yang timbul mungkin menyangkut
masalah-masalah yang berhubungan dengan aspek-aspek emosional, moral, atau
kesulitan belajar yang memerlukan latihan-latihan yang harus dilakukan dengan
penuh ketekunan oleh individu tersebut. Proses yang dilakukan oleh koselor
dapat berupa wawancara atau berupaya menggali informasi yang dibutuhkan
menyangkut individu yang bersangkutan atau keluarga juga lingkungan masyarakat
sekitarnya untuk dianalisa (diagnosa) dan dicarikan penyebab masalah dan
alternatif solusinya.
Layanan
bimbingan dan konseling secara individual biasanya ditujukan kepada seorang
individu seperti siswa atau klien, yang di dalamnya berisi proses-proses
pemilihan dan pengambilan keputusan yang harus dilakukan oleh pribadi
bersangkutan untuk membuka kesadaran, pemahaman dan tanggung jawabnya sebagai
seorang individu. Dengan demikian diharapkan setelah selesai melakukan
bimbingan dan menyelesaikan masalah yang dihadapi dengan keputusan-keputusan
diambil atas inisiatif individu itu sendiri akan menjadikan individu yang bisa
menerima kenyataan bahwa dirinya bermasalah dan menyadari letak masalahnya
serta mampu mengambil keputusan untuk solusi-solusinya, sampai akhirnya dalam
waktu selanjutnya individu yang bersangkutan mampu memperbaiki diri dan
menjauhi penyebab-penyebab masalahnya agar ia tidak terjerumus kembali kepada
masalah yang sama, bahkan individu tersebut diarahkan agar mampu mandiri dan
memunculkan daya produktif dan daya kreatifnya untuk membangun dirinya atau
kelompoknya.
Layanan
bimbingan dan konseling secara individual bila ditinjau dari sisi tujuan
utamanya adalah membantu siswa atau klien untuk membuat struktur dari masalah
yang dihadapi, lalu diarahkan agar siswa atau klien tersebut menyadari dan tahu
pasti masalah sebenarnya, disisi lain siswa atau klien secara psikologis diberi
dorongan untuk senantiasa percaya diri, optimis, dan selalu berpikir positif
bahwa ia mampu untuk menyelesaikan masalah tersebut. Dengan demikian siswa atau
klien didorong semangat dan kegairahannya untuk dapat merubah dan memperbaiki
diri serta didorong untuk dapat bersosialisasi kembali dan bisa memberi
kontribusi positif terhadap kelompok, atau keluarganya.
Konseling
individual juga perlu memperhatikan manusia sebagai makhluk religious. Artinya
proses konseling individual tidak hanya berfokus pada masalah yang tengah di
hadapi oleh individu tersebut, termasuk juga pada aspek keyakinannya dalam
beragama. Melaksanakan dan menjalankan syari’at sesuai dengan agama yang di
anutnya dan meninggalkan apa yang di larang oleh agama yang dianutnya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1 Peserta didik adalah individu yang unik, memiliki karakter yang berbeda-beda. Hal ini di pengaruhi oleh latar belakang sosial, budaya, agama, ekonomi dan politik.
2 Target atau capaian dari kurikulum merdeka sebagaimana yang rumuskan dalam profil pelajar Pancasila yakni Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, Bernalar kritis, gotong royong, berkebhinekaan global, mandiri, dan kreatif.
3 Strategi dalam layanan bimbingan konseling tidak terbatas hanya pada satu strategi saja, namun bisa menggunakan beberapa strategi. Karena masing-masing startegi memiliki fungsi dan makna sendiri dalam upaya tercapainya target kurikulum.
DAFTAR PUSTAKA
Anita Lie. (2021). Profil Pelajar Pancasila dan
Konsolidasi di Sekolah. Kompas, edisi Jumat, 29 Januari 2021.
Arifin, Z. (2011). Konsep dan Model Pengembangan Kurikulum.
Bandung: Remaja Rosdakarya.
Djamarah, Syaiful Bahri Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta, 2008.
Putra, P. H. (2019). Tantangan Pendidikan Islam dalam
Mengahadapi Society 5.0. Jurnal Islamika: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman ,
99-110.
Qomaruzzaman, B. (2017). Pendidikan
Karakter Berbasis Pancasila. Bandung: Simbiosa Rekatama Media.
Sari, Pusvyta, (2019). Analisis
terhadap kerucut pengalaman edgar dale dan
keragaman gaya belajar untuk memilih media yang tepat dalam pembelajaran, Lamongan: Institut Pesantren sunan drajat.
Suparman, A. (2014). Desain Instruktusional Modern:
Panduan Para Pengajar dan Inovator Pendidikan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Susilawati, E., Sarifudin, S., & Muslim, S. (2021) . Internalisasi
Nilai Pancasila Dalam Pembelajaran Melalui Penerapan Profil Pelajar Pancasila
Berbantuan Platform Merdeka Mengajar. Jurnal Teknodik, 25(2),
155–167.
Wibawa, R. (2019). Peran Pendidikan Berbasis Higher Order
Thinking Skills (HOTS) Pada Tingkat Sekolah Menengah Pertama Di Era Society 5.0
Sebagai Penentu Kemajuan Bangsa Indonesia. Journal Of Equilibrium ,
137-141.
Sumber
Internet
Gramedia
Blog, https://www.gramedia.com/literasi/pengertian-keberagaman-dan-faktornya/#Apa_Pengertian_Dari_Keberagaman,
di
akses pada 6 Januari 2023.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia Online, https://kbbi.web.id/,
di akses pada 6 Januari 2023.
Merdeka
Mengajar, https://pusatinformasi.guru.kemdikbud.go.id/hc/en-us/articles/6824920439705-Profil-Pelajar-Pancasila,
di akses pada 7 Januari 2023
No comments:
Post a Comment